Rabu, 12 Januari 2022

Hepatitis A

Pengertian Hepatitis A

Hepatitis A adalah peradangan organ hati yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis A. Infeksi yang akan mengganggu kerja organ hati ini dapat menular dengan mudah, melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi virus.

Penyebab penyakit ini adalah virus hepatitis A. Virus ini dapat menyebar dengan mudah melalui konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi tinja penderita hepatitis A. Hepatitis A tergolong dalam hepatitis akut, artinya penyakit ini umumnya akan sembuh dalam waktu kurang dari 6 bulan.

alodokter-hepatitis-a

Faktor Risiko Hepatitis A

Seseorang lebih mudah terkena hepatitis A jika memiliki kondisi sebagai berikut:

  • Mengunjungi atau tinggal di daerah yang terdapat banyak kasus hepatitis A.
  • Melakukan hubungan intim dengan penderita hepatitis A.
  • Tinggal serumah dengan penderita hepatitis A.

Gejala Hepatitis A

Gejala hepatitis A muncul beberapa minggu setelah penderita tertular virus tersebut. Gejala yang paling disadari oleh penderita hepatitis A adalah perubahan warna mata dan kulit menjadi kuning. Tetapi sebelum timbulnya penyakit kuning, penderita dapat mengalami:

  • Demam
  • Lemas
  • Mual dan muntah
  • Warna urine menjadi gelap
  • Warna tinja menjadi pucat

Pengobatan Hepatitis A

Hepatitis A akan sembuh dengan sendirinya karena sistem kekebalan tubuh penderita dapat membasmi virus tersebut. Pengobatan yang diberikan hanya untuk meringankan gejala-gejala yang dialami penderitanya, sambil menunggu penyakit sembuh.

Selain itu, penting bagi penderita untuk menjaga kebersihan untuk mencegah penularan ke orang lain. Penderita yang sembuh akan memiliki kekebalan tubuh terhadap penyakit ini.

Komplikasi Hepatitis A

Infeksi hepatitis A tidak menyebabkan penyakit liver jangka panjang (kronis) dan jarang berakibat fatal. Meski demikian, penyakit ini berpotensi menyebabkan gagal hati, terutama pada lansia dan orang yang sudah menderita penyakit liver kronis sebelumnya.

Pencegahan Hepatitis A

Hepatitis A dapat dicegah dengan beberapa cara, antara lain:

  • Melakukan vaksinasi hepatitis A
  • Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
  • Menghindari konsumsi makanan mentah atau setengah matang

Gejala Hepatitis A

Seperti penyakit infeksi lainnya, penyakit hepatitis A diawali dengan demam, yang bisa disertai dengan pusing, menggigil, dan nyeri otot serta sendi. Setelah itu, penderita akan mengalami gejala lanjutan berupa:

  • Urine berwarna gelap seperti teh
  • Tinja berwarna pucat seperti dempul
  • Lemas
  • Mual dan muntah
  • Nyeri perut bagian atas
  • Tidak nafsu makan
  • Berat badan menurun
  • Kulit terasa gatal
  • Penyakit kuning (ikterus)

Gejala di atas akan muncul dalam waktu 2 minggu hingga 1 bulan setelah tertular virus.

Kapan Harus ke Dokter

Gejala awal sering kali tidak disadari oleh penderita, sehingga biasanya penderita baru datang ke dokter setelah warna mata dan kulit sudah menguning.

Tanda awal dari penyakit kuning adalah warna urine yang berubah menjadi lebih gelap seperti teh dan warna tinja yang pucat seperti dempul, sebelum perubahan warna pada kulit dan mata nampak. Anda dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter bila timbul gejala awal dari penyakit kuning ini.

Mual, muntah, dan tidak nafsu makan berisiko menimbulkan dehidrasi dan kekurangan nutrisi. Bila sama sekali tidak ada makanan dan minuman yang dapat dikonsumsi, penderita perlu dirawat di rumah sakit dan dipasang infus, untuk mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi.

Penyebab Hepatitis A

Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A, yang dapat menyebar dengan mudah. Penularan hepatitis A terjadi melalui makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh tinja penderita hepatitis A. Hal ini bisa terjadi karena kebersihan diri dan lingkungan yang tidak terjaga.

Beberapa kondisi yang membuat seseorang berisiko tertular virus hepatitis A meliputi:

  • Mengonsumsi makanan mentah atau setengah matang.
  • Tinggal di lingkungan yang kotor dan minim air bersih.
  • Kontak langsung dengan penderita, misalnya karena tinggal serumah.
  • Bekerja di area yang terkontaminasi, misalnya petugas dinas kebersihan atau petugas pembersih toilet.
  • Berhubungan seks dengan penderita, terutama seks anal.

Diagnosis Hepatitis A

Sebagai langkah awal, dokter akan mengajukan pertanyaan terkait gejala yang dialami penderita dan penyakit yang pernah diderita sebelumnya. Dokter juga akan menanyakan kondisi kesehatan anggota keluarga lainnya.

Gejala hepatitis A yang mudah dikenali saat pemeriksaan fisik adalah sakit kuning. Pada kondisi ini, dokter akan meminta pasien untuk menjalani tes lanjutan.

Tes darah akan dilakukan untuk mendiagnosis hepatitis A. Sampel darah penderita akan diambil oleh petugas untuk pemeriksaaan fungsi hati serta keberadaan antibodi virus hepatitis A.

Dokter juga dapat melakukan pemeriksaan tambahan, seperti hitung sel darah, USG perut, dan antibodi terhadap hepatitis B atau hepatitis C, untuk mencari tahu adanya penyakit lain yang bisa menyebabkan sakit kuning.

Pengobatan Hepatitis A

Pengobatan hepatitis A hanya bertujuan untuk meredakan gejala yang dirasakan. Obat antivirus tidak dibutuhkan karena virus hepatitis A akan dibasmi oleh sistem kekebalan tubuh penderita sendiri.

Untuk meredakan gejala, dokter akan meminta pasien untuk:

  • Beristirahat total.
  • Sering minum air putih untuk menjaga kecukupan cairan tubuh.
  • Tetap makan walaupun nafsu makan menurun.
  • Makan dengan porsi sedikit dan menghindari makanan berlemak, untuk mencegah mual dan muntah.
  • Menghindari minuman beralkohol.
  • Menggunakan pakaian longgar untuk mengurangi rasa gatal.

Penderita disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu sebelum mengonsumsi obat, walaupun obat tersebut dijual bebas tanpa resep dokter. Obat-obatan yang dikonsumsi tanpa anjuran dokter berisiko menambah parah gangguan fungsi hati yang dialami penderita.

Untuk meredakan gejala, dokter dapat memberikan obat pereda nyeri dan obat penurun panas. Gejala mual dan muntah juga bisa diredakan dengan minum obat mual metoclopromide.

Mengingat penyakit ini mudah untuk ditularkan, beberapa cara berikut perlu dilakukan pasien untuk mencegah penyebaran infeksi hepatitis A ke orang lain:

  • Tidak berbagi handuk dengan orang lain dan jangan mencampur cucian pakaian dengan milik orang lain.
  • Disiplin mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun secara teratur, khususnya setelah dari toilet.
  • Menghindari berhubungan intim.
  • Tidak menyiapkan makanan untuk orang lain.

Penderita yang telah sembuh dari hepatitis A akan mendapat kekebalan tubuh terhadap penyakit ini, sehingga kecil kemungkinannya untuk mengalami hepatitis A lagi.

Komplikasi Hepatitis A

Infeksi hepatitis A tidak menyebabkan penyakit liver jangka panjang (kronis) dan jarang berakibat fatal. Namun, komplikasi yang fatal berupa gagal hati tetap dapat muncul.  Gagal hati berisiko muncul pada penderita hepatitis A yang berusia lanjut atau yang sudah mengalami penyakit liver kronis sebelumnya. Pasien yang mengalami komplikasi ini harus menjalani perawatan di rumah sakit.

Terkena hepatitis A saat sedang hamil juga berisiko mengalami kelahiran prematur. Selain itu, ibu hamil yang menderita hepatitis A juga berisiko mengalami ketuban pecah dini dan solusio plasenta. Meski demikian, tidak diketahui apakah hepatitis A yang terjadi pada ibu hamil dapat menular kepada bayi yang dikandungnya.

Pencegahan Hepatitis A


Sumber : https://youtu.be/vFFx2kiGhnw

Langkah utama dalam mencegah hepatitis A adalah melakukan vaksinasi hepatitis A. Vaksin ini dianjurkan bagi mereka yang berisiko tinggi terkena hepatitis A, misalnya orang yang pekerjaannya berhubungan dengan kotoran, seperti petugas dinas kebersihan atau petugas pembersih toilet.

Vaksinasi hepatitis A juga dianjurkan bagi petugas yang menyiapkan makanan, untuk menghindari penularan ke banyak orang, dan penderita penyakit liver kronis, untuk menghindari komplikasi gagal hati.

Di Indonesia, vaksinasi hepatitis A tidak termasuk ke dalam imunisasi wajib. Vaksin ini dapat dilakukan pada usia 2-18 tahun sebanyak dua kali dengan interval 6-12 bulan.

Hepatitis A juga dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan. Hal ini dapat dilakukan dengan langkah-langkah mudah berikut:

  • Selalu mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun, terutama sebelum makan, sebelum mengolah makanan, dan setelah dari toilet.
  • Tidak berbagi penggunaan barang-barang pribadi, seperti sikat gigi atau handuk, termasuk juga peralatan makan.
  • Selalu memasak makanan sampai matang dan merebus air sampai mendidih.
  • Hindari jajan di pedagang kaki lima yang kebersihannya kurang terjaga.

Hepatitis B

Pengertian Hepatitis B

Hepatitis B adalah peradangan organ hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Virus ini dapat menular melalui hubungan seksual atau berbagi jarum suntik.

Infeksi hepatitis B merupakan penyakit yang tidak bertahan lama dalam tubuh penderita dan akan sembuh sendiri tanpa pengobatan khusus. Kondisi ini disebut dengan hepatitis akut atau infeksi hepatitis B akut. Akan tetapi, infeksi hepatitis B juga dapat menetap dan bertahan dalam tubuh seseorang (menjadi kronis). Penyakit hepatitis B masih banyak ditemukan di Indonesia dengan angka kasus yang kian meningkat.

Infeksi hepatitis B kronis ini dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan nyawa, yaitu sirosis dan kanker hati. Oleh karena itu, penderita hepatitis B kronis perlu melakukan kontrol secara berkala ke dokter untuk mendapatkan penanganan dan deteksi dini bila terjadi komplikasi. Perlu diketahui, hepatitis B dapat dicegah dengan melakukan vaksinasi hepatitis B.

Gejala Hepatitis B

Hepatitis B sering kali tidak menimbulkan gejala, sehingga penderitanya tidak menyadari bahwa dia telah terinfeksi. Meski demikian, gejala tetap dapat muncul setelah 1-5 bulan sejak pertama kali terpapar virus. Gejala yang dapat muncul adalah demam, sakit kepala, mual, muntah, lemas, serta penyakit kuning.

Penyebab Hepatitis B

Hepatitis B tidak akan menular bila hanya berbagi alat makan atau berpelukan dengan penderitanya.

Penularan virus ini terjadi melalui hubungan seksual tanpa kondom dan berbagi jarum suntik dengan penderita hepatitis B. Hal ini karena virus hepatitis B berada di dalam darah dan cairan tubuh, seperti sperma dan cairan vagina.

Selain itu, hepatitis B juga dapat ditularkan dari wanita yang sedang hamil kepada bayi dalam kandungannya.

Diagnosis Hepatitis B

Telah disebutkan sebelumnya bahwa penyakit hepatitis B sering kali tidak menimbulkan gejala hingga timbul komplikasi. Oleh karena itu, penyakit ini umumnya terdeteksi saat seseorang melakukan skrining terhadap penyakit hepatitis B.

Bila terdeteksi terkena hepatitis B, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan, seperti tes darah, USG perut, hingga pengambilan sampel jaringan hati (biopsi hati). Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai apakah hepatitis B yang dialami penderita bersifat akut atau kronis, serta memeriksa tingkat kerusakan dan fungsi organ hati penderita.

Pengobatan Hepatitis B

Tidak ada langkah penanganan khusus untuk kondisi hepatitis B akut. Infeksi akan sembuh sendiri tanpa memerlukan pengobatan khusus.  Penanganan hanya bertujuan untuk meredakan gejala yang muncul. Akan tetapi, sebagian infeksi hepatitis B akut akan menjadi kronis.

Salah satu langkah pengobatan untuk penderita hepatitis B kronis adalah dengan mengonsumsi obat antivirus. Pemberian obat antivirus bertujuan untuk mencegah perkembangan virus, bukan untuk menghilangkan virus dari tubuh penderitanya secara tuntas. Dengan penanganan yang tepat dan gaya hidup sehat, pasien hepatitis B juga bisa hidup normal.

Pengobatan hepatitis B kronis membutuhkan kepatuhan penderitanya untuk kontrol secara berkala ke dokter untuk melihat perkembangan penyakit dan mengevaluasi pengobatan. Hal tersebut karena hepatitis B kronis dapat menyebabkan kerusakan organ hati. Jika kerusakan hati cukup parah, dokter mungkin akan menganjurkan prosedur transplantasi hati.

Komplikasi Hepatitis B

Penderita hepatitis B kronis berisiko menimbulkan sirosiskanker hati, dan gagal hati. Meski jarang terjadi, infeksi hepatitis B akut juga dapat menyebabkan komplikasi berupa hepatitis B fulminan yang dapat mengancam nyawa.

Vaksin dan Pencegahan Hepatitis B

Langkah utama untuk mencegah hepatitis B adalah melalui vaksinasi. Vaksin hepatitis B merupakan vaksin wajib yang diberikan kepada anak-anak. Efek vaksin yang diberikan saat anak-anak tidak akan bertahan seumur hidup, sehingga vaksinasi perlu diulang saat dewasa.

Selain vaksinasi, beberapa tindakan juga perlu dilakukan untuk menurunkan risiko terkena hepatitis B, yaitu melakukan hubungan seksual yang aman dan tidak menyalahgunakan NAPZA.


Gejala Hepatitis B

Hepatitis B sering kali tidak menimbulkan gejala. Hal inilah yang menyebabkan banyak penderitanya tidak menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi virus hepatitis B. Meski demikian, penularan tetap dapat terjadi selama virus masih berada di dalam tubuh penderita.

Infeksi hepatitis B yang bertahan kurang dari 6 bulan disebut hepatitis B akut, sedangkan infeksi yang bertahan lebih dari 6 bulan disebut hepatitis B kronis. Hepatitis B yang menjadi kronis dapat berkembang menjadi sirosis atau kanker hati.

Walaupun sebagian besar tidak mengalami gejala, beberapa orang dalam fase akut dapat merasakan gejala. Gejala biasanya muncul dalam waktu 1-5 bulan setelah tertular hepatitis B. Gejala hepatitis B tersebut adalah:

  • Demam
  • Nyeri otot dan sendi
  • Sakit kepala
  • Mual dan muntah
  • Lemas
  • Tidak nafsu makan
  • Perut kembung
  • Diare
  • Kulit dan bagian putih mata (sklera) berwarna kuning
  • Urine berwarna gelap

Kapan Harus ke Dokter

Hepatitis B sering kali tidak menimbulkan gejala, tetapi bila timbul gejala, segera periksakan diri ke dokter. Hepatitis B adalah penyakit liver yang bisa menjadi kronis (berkepanjangan). Bila Anda pernah didiagnosis menderita penyakit hepatitis B, tetap lakukan kontrol secara berkala ke dokter gastroenterologi dan hepatologi, karena penyakit hepatitis B kronis berisiko menimbulkan sirosis atau kanker hati.

Orang yang berisiko tertular hepatitis B, misalnya pekerja medis atau pekerja seks komersial, perlu melakukan pemeriksaan ke dokter untuk menilai kekebalan tubuh terhadap virus hepatitis B. Dokter akan memberikan vaksin hepatitis B lanjutan bila kekebalan tubuh terhadap hepatitis B sudah rendah.

Ibu hamil juga perlu menjalani pemeriksaan kehamilan secara berkala dengan dokter kandungan. Saat kontrol kehamilan di trimester pertama, dokter kandungan akan melakukan skrining terhadap hepatitis B. Pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk mencegah penularan virus ke bayi bila ibu hamil dinyatakan positif menderita hepatitis B.

Penyebab Hepatitis B

Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV). Virus ini terkandung di dalam darah atau cairan tubuh penderita, seperti sperma dan cairan vagina.

Penularan virus ini dapat terjadi melalui hubungan seksual, baik secara vaginal, anal, maupun oral. Selain itu, berbagi alat cukur, sikat gigi, atau jarum suntik yang telah terkontaminasi darah penderita juga dapat meningkatkan risiko tertular penyakit ini.

Hepatitis B juga dapat menular melalui kontak langsung dengan darah atau luka terbuka dari penderita atau membuat tato dan tindikan dengan alat yang tidak steril. Meskipun demikian, virus hepatitis B tidak dapat menular melalui ciuman, percikan liur ketika batuk atau bersin, berbagi alat makan, atau dari ibu yang menyusui anaknya.

Melihat cara penularannya, ada beberapa kelompok orang yang rentan terinfeksi virus hepatitis B. Kelompok orang yang dimaksud adalah:

  • Dokter dan perawat.
  • Pengguna narkoba suntik.
  • Orang yang bergonta-ganti pasangan seksual dan tidak menggunakan kondom saat berhubungan seks.

Selain itu, seseorang dengan kekebalan tubuh yang lemah, seperti lansia, penderita diabetes, penderita penyakit ginjal, atau penderita HIV/AIDS, juga rentan tertular hepatitis B.

Penularan dari Ibu ke Anak

Hepatitis B tidak menular dari ibu ke anak ketika menyusui. Penularan hepatitis B dari ibu ke anak dapat terjadi saat ibu yang menderita hepatitis B melahirkan secara normal lewat vagina. Oleh karena itu, kunjungan rutin ke dokter kandungan selama hamil sangat penting, guna mendeteksi hepatitis B secara dini.

Diagnosis Hepatitis B

Dalam mendiagnosis hepatitis B, awalnya dokter akan menanyakan gejala dan memeriksa tanda kerusakan hati, seperti kulit dan mata yang berwarna kuning atau nyeri perut. Kemudian, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan diagnosis terhadap pasien.

Salah satu tes tambahan yang dilakukan adalah tes darah. Tes darah dilakukan untuk mendeteksi keberadaan virus hepatitis B, memeriksa fungsi hati, dan menentukan apakah jenis hepatitis B yang diderita pasien bersifat akut atau kronis.

Tes pencitraan, seperti USG perut, juga dilakukan untuk memeriksa dan mendeteksi kerusakan pada organ hati. Pada kasus tertentu, prosedur biopsi dengan mengambil sampel jaringan hati dilakukan untuk memeriksa tingkat kerusakan organ hati.

Seperti telah dikatakan sebelumnya, sebagian besar penderita hepatitis B tidak mengalami gejala. Itulah sebabnya, hepatitis B sering kali ditemukan saat penderita melakukan medical check-up rutin.

Pengobatan Hepatitis B

Metode pengobatan untuk hepatitis B ditentukan berdasarkan jenis infeksi yang diderita oleh pasien, apakah hepatitis B akut atau hepatitis B kronis.

Langkah Pengobatan Hepatitis B Akut

Tidak ada langkah penanganan khusus untuk mengobati hepatitis B akut, karena penyakit dan gejala yang muncul dapat hilang dengan sendirinya setelah 2-3 minggu tanpa harus menjalani perawatan di rumah sakit. Namun jika gejala yang muncul cukup parah, dokter akan meresepkan obat antivirus, seperi lamivudine.

Penderita hepatitis B akut dianjurkan untuk banyak istirahat, serta mengonsumsi banyak cairan dan makanan bernutrisi untuk mempercepat masa penyembuhan. Hepatitis B akut dapat berlangsung hingga 6 bulan.

Penderita hepatitis B akut yang sudah merasa sehat, belum tentu terbebas dari virus. Dokter menganjurkan agar pasien tetap menjalani pemeriksaan kesehatan secara rutin guna memastikan bahwa penderita sudah benar-benar terbebas dari virus.

Langkah Pengobatan Hepatitis B Kronis

Jika setelah enam bulan virus hepatitis B masih terdeteksi melalui tes darah, maka penderita dinyatakan memiliki hepatitis B kronis. Langkah penanganan yang diberikan untuk kondisi ini berbeda-beda sesuai dengan penilaian dokter.

Penderita hepatitis B kronis akan diberikan obat antivirus guna melawan virus, menurunkan risiko kerusakan hati, dan mencegah komplikasi yang dapat terjadi. Obat antivirus yang dapat diberikan untuk melawan virus hepatitis B adalah:

  • Entecavir
  • Tenofovir
  • Lamivudine
  • Adefovir
  • Telbivudine

Obat antivirus tidak dapat digunakan untuk menghilangkan infeksi hepatitis B, tetapi hanya mencegah perkembangan virus. Oleh karena itu, penderita hepatitis B kronis perlu melakukan kontrol secara berkala ke dokter gastroenterologi dan hepatologi untuk melihat perkembangan penyakit, mengevaluasi pengobatan, dan mendeteksi dini komplikasi yang mugkin terjadi.

Bila hepatitis B sudah mengakibatkan kerusakan hati hingga fungsi organ hati terganggu secara permanen, dokter akan menyarankan penderita untuk menjalani prosedur transplantasi hati. Prosedur transplantasi hati dilakukan dengan mengganti organ hati yang rusak dengan organ hati sehat yang diperoleh dari donor.

Komplikasi Hepatitis B

Hepatitis B yang bersifat kronis berisiko menyebabkan komplikasi penyaki hati yang serius. Ada beberapa komplikasi yang dapat muncul, yaitu:

  • Sirosis
    Infeksi hepatitis B dapat menyebabkan peradangan yang memicu terbentuknya jaringan parut pada organ hati.
  • Kanker hati
    Jika hepatitis B kronis tidak segera ditangani, maka infeksi dapat memicu kemunculan sel kanker yang dapat berkembang menjadi kanker hati.
  • Gagal hati
    Kondisi ini terjadi ketika infeksi hepatitis B telah menyebabkan kerusakan hebat pada organ hati, sehingga hati tidak berfungsi lagi.

Hepatitis B akut juga dapat menyebabkan komplikasi, meskipun jarang terjadi. Komplikasi muncul ketika infeksi hepatitis B akut memicu sistem imun untuk menyerang organ hati. Gangguan sistem imun ini dapat menyebabkan kerusakan hati, sehingga membahayakan nyawa penderitanya. Kondisi ini dikenal dengan hepatitis B fulminan.

Pencegahan Hepatitis B

Langkah pencegahan utama hepatitis B adalah menjalani vaksinasi hepatitis B.  Setiap orang sangat dianjurkan untuk menjalani vaksinasi ini. Pada bayi, vaksin hepatitis B diberikan sebanyak 4 kali. Dosis pertama diberikan setidaknya 12 jam setelah bayi lahir, dan dosis lanjutan diberikan secara berurutan pada usia 2, 3, dan 4 bulan.

Vaksin hepatitis B juga wajib diberikan kepada anak, remaja di bawah usia 19 tahun, atau dewasa yang belum pernah menerima vaksin hepatitis B. Vaksin ini juga diberikan jika Anda akan bepergian ke daerah yang rentan terhadap hepatitis B.

Selain itu, ada beberapa langkah lain untuk mencegah hepatitis B, yaitu:

  • Jaga kebersihan tubuh dengan mencuci tangan sebelum makan atau setelah beraktivitas di luar ruangan.
  • Sebelum berhubungan seksual, pastikan Anda dan pasangan telah menjalani pemeriksaan dan terbebas dari hepatitis B.
  • Gunakan kondom ketika berhubungan seksual.
  • Hindari penyalahgunaan NAPZA atau berbagi penggunaan jarum suntik. Hindari juga berbagi penggunaan alat cukur, sikat gigi, atau gunting kuku dengan orang lain.
  • Bagi petugas medis, gunakan sarung tangan saat menangani penderita hepatitis B dan hindari kontak langsung dengan darah penderita.
  • Jika berencana membuat tindikan atau tato, pastikan jarum atau peralatan yang digunakan sudah steril.

Hepatitis C

 Pengertian Hepatitis C

Hepatitis C adalah peradangan pada organ hati akibat infeksi virus hepatisis C. Sebagian penderita hepatitis C dapat mengalami penyakit liver kronis, hingga mengalami kanker hati.

Hepatitis C menular melalui darah, yaitu saat darah penderita masuk ke dalam pembuluh darah orang lain. Selain itu, hepatitis C juga dapat menular melalui hubungan intim tanpa kondom dengan penderita.

alodokter-hepatitis-c

Hepatitis C rentan terjadi bila:

  • Berbagi peralatan pribadi, seperti sikat gigi, gunting, atau gunting kuku, dengan penderita.
  • Mendapatkan prosedur medis dengan peralatan yang tidak steril.

Gejala Hepatitis C

Sebagian besar penderita hepatitis C tidak mengalami gejala pada tahap awal. Hal ini mengakibatkan penderita tidak mengetahui bahwa dirinya menderita hepatitis C hingga kondisi penyakitnya sudah kronis.

Meski demikian, tidak semua hepatitis C berkembang menjadi kronis. Hampir setengah penderita hepatitis C akan sembuh dengan sendirinya.

Gejala biasanya muncul bila infeksi kronis dari hepatitis sudah menimbulkan kerusakan pada hati. Gejala yang dapat ditimbulkan adalah lemas, tidak nafsu makan, dan penyakit kuning.

Diagnosis Hepatitis C

Untuk mendeteksi virus hepatitis C, dokter akan melakukan pemeriksaan darah, yaitu pemeriksaan antibodi terhadap hepatitis C dan tes genetik virusnya sendiri di dalam darah (HCV RNA). Kemudian, penderita perlu menjalani tes lanjutan seperti fibroscan dan biopsi hati, untuk mengetahui tingkat kerusakan hati.

Pengobatan dan Komplikasi Hepatitis C

Sebagian penderita hepatitis C dapat sembuh dengan sendirinya, namun sebagian lainnya menjadi kronis. Penderita hepatitis C kronis dapat mengalami komplikasi berupa sirosis atau kanker hati.

Oleh karena itu, dokter akan menentukan perlu atau tidaknya pengobatan terhadap hepatitis C dengan obat antivirus. Bila penderita hepatitis C sudah mengalami komplikasi, dokter mungkin akan menyarankan transplantasi hati.

Pencegahan Hepatitis C

Belum ada vaksin khusus untuk mencegah hepatitis C. Meski demikian, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi akibat virus hepatitis C. Langkah-langkah pencegahan hepatitis C, antara lain:

  • Tidak berbagi penggunaan barang pribadi dengan orang lain.
  • Memilih tempat tindik atau tato dengan peralatan sekali pakai.
  • Tidak bergonta-ganti pasangan seksual.
  • Tidak berbagi jarum suntik.

Gejala Hepatitis C

Pada umumnya, hanya segelintir orang yang mengalami gejala saat menderita hepatitis C akut (6 bulan pertama sejak tertular hepatitis C). Berikut ini adalah gejala dari hepatitis C akut yang bisa terjadi:

Setelah terinfeksi hepatitis C, hampir 50% dari penderita akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu 6 bulan, namun sisanya dapat berkembang menjadi kronis. Sebagian penderita hepatitis C kronis ini dapat mengalami sirosis atau kanker hati dalam 20 tahun.

Sama dengan fase akut, sebagian besar penderita hepatitis C kronis juga tidak mengalami keluhan, sampai terjadi kerusakan pada hati. Gejala yang bisa timbul akibat hepatitis kronis dan kerusakan hati meliputi:

  • Tubuh terasa lelah sepanjang hari
  • Nyeri sendi dan otot
  • Perut kembung
  • Kulit terasa gatal
  • Nafsu makan menurun
  • Mual dan muntah
  • Mudah memar atau berdarah
  • Gangguan ingatan jangka pendek dan sulit berkonsentrasi
  • Mengalami perubahan suasana hati
  • Penyakit kuning
  • Asites
  • Muntah darah
  • Penurunan kesadaran

Kapan Harus ke Dokter

Mengingat hepatitis C bisa timbul tanpa gejala dan komplikasi dapat berbahaya, Anda disarankan untuk berkonsultasi kepada dokter bila berisiko terkena hepatitis C. Segera periksakan diri juga ke dokter jika mengalami gejala di atas. Gejala tersebut dapat menjadi penanda hepatitis C atau gangguan kesehatan lainnya.

Orang yang sudah terkena hepatitis C dan menjadi kronis perlu berkonsultasi dengan dokter secara berkala sampai dinyatakan sembuh. Dengan deteksi dini dan kontrol secara rutin, komplikasi dapat dicegah atau ditangani lebih awal, sehingga hasilnya lebih baik.

Penyebab Hepatitis C

Hepatitis C adalah penyakit liver yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis C. Infeksi ini menyebar saat darah yang terpapar atau terkontaminasi virus hepatitis C masuk ke dalam pembuluh darah orang lain.

Di bawah ini adalah beberapa penyebab utama dari penyebaran virus hepatitis C:

  • Menggunakan jarum suntik bekas pakai.
  • Berhubungan seks tanpa kondom dengan penderita hepatitis C.
  • Mendapat transfusi darah dari penderita.
  • Menjalani prosedur medis dengan peralatan yang tidak steril.
  • Berbagi penggunaan sikat gigi, gunting kuku, atau alat cukur dengan penderita.

Walaupun kadar virus hepatitis C paling tinggi terdapat di dalam darah, cairan tubuh lain dari penderita hepatitis C juga mengandung virus. Meski demikian, seseorang tidak dapat tertular hepatitis C dari:

  • ASI, kecuali terdapat robekan pada puting susu.
  • Berpelukan, berciuman, dan berpegangan tangan.
  • Berbagi makanan atau minuman dengan penderita hepatitis C.
  • Percikan liur penderita yang bersin atau batuk.

Selain beberapa faktor penyebab di atas, penularan hepatitis C lebih mudah terjadi apabila seseorang memiliki faktor risiko berikut ini:

  • Memiliki pasangan seksual penderita hepatitis C.
  • Melakukan tato atau tindik dengan peralatan yang tidak steril.
  • Merupakan anak yang terlahir dari ibu yang menderita hepatitis C.
  • Menyalahgunakan NAPZA suntik dan berbagi jarum suntik.
  • Merupakan penderita infeksi HIV.
  • Penderita gagal ginjal yang melakukan cuci darah jangka panjang.
  • Bekerja sebagai petugas medis.

Diagnosis Hepatitis C

Dokter dapat mendiagnosis hepatitis C melalui tes darah. Ada 2 jenis tes darah yang dilakukan untuk mendiagnosis penyakit ini, yaitu:

  • Tes antibodi hepatitis C
    Tes ini dilakukan untuk mendeteksi antibodi (kekebalan tubuh) yang dihasilkan tubuh untuk melawan virus. Bila positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menentukan apakah penyakit hepatitis C menjadi kronis atau tidak. Pemeriksaan antibodi hepatitis C akan tetap positif walaupun seseorang sudah sembuh dari hepatitis C.
  • Tes genetik virus (HCV RNA)
    Jika tes ini menunjukkan hasil positif, artinya tubuh gagal membunuh virus tersebut, dan hepatitis C sudah berkembang menjadi kronis. Tes ini juga dapat menentukan respon pengobatan.

Setelah mengetahui bahwa pasien menderita penyakit hepatitis kronis, dokter akan memeriksa tingkat kerusakan hati pasien dengan beberapa tes tambahan, seperti:

  • Tes darah
    Tes fungsi hati melalui darah dilakukan untuk mengetahui kadar protein atau enzim di dalam aliran darah, yang dapat menunjukkan kerusakan pada hati.
  • Transient elastography (fibroscan)
    Fibroscan dilakukan untuk mengetahui tingkat kerusakan atau mengerasnya jaringan hati.
  • Magnetic resonance elastography (MRE)
    Tes ini juga bertujuan untuk melihat kondisi hati dan mengerasnya jaringan hati.
  • Biopsi hati
    Dengan bantuan USG, dokter gastroenterologi akan mengambil sampel jaringan hati, yang selanjutnya akan diperiksa di laboratorium.

Pengobatan Hepatitis C

Hepatitis C tidak selalu harus diobati. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, hampir 50% penderita hepatitis C akan sembuh sendiri akibat sistem kekebalan tubuh yang baik.

Begitu juga bila infeksi sudah menjadi kronis, tidak semua hepatitis C akan mengakibatkan komplikasi. Oleh karena itu, dokter gastroenterologi akan menentukan perlu atau tidaknya pengobatan.

Bila dokter menentukan diperlukan pengobatan, target dari pengobatan tersebut adalah sembuh, bukan sekadar menekan pertumbuhan virus. Dengan pengobatan terkini, lebih dari 90% penderita dapat sembuh dari hepatitis C.

Pengobatan tersebut meliputi:

  • Obat antivirus
    Obat ini umumnya perlu dikonsumsi 12 minggu, tergantung kondisi pasien. Jika diperlukan, dokter bisa memberikan beberapa jenis obat antivirus. Obat antivirus yang dapat mengobati hepatitis C antara lain adalah sofosbuvir, simeprevir, dan ritonavir.
  • Vaksinasi hepatitis A dan hepatitis B
    Vaksin hepatitis B dan hepatitis A dilakukan untuk mencegah penderita hepatitis C terkena hepatitis A atau B. Hepatitis A dan hepatitis B dapat menimbulkan kerusakan hati tambahan dan memperparah komplikasi dari hepatitis C kronis.

Selain mendapat pengobatan, pasien hepatitis C akan dianjurkan dokter untuk melakukan perubahan gaya hidup, seperti:

  • Berolahraga secara teratur
  • Berhenti merokok
  • Tidak minum alkohol lagi
  • Makan makanan dengan gizi seimbang
  • Tidak berbagi penggunaan barang pribadi, seperti sikat gigi dan alat cukur
  • Menghindari konsumsi obat tanpa anjuran dokter

Pada pasien yang sudah mengalami komplikasi dari hepatitis C, yaitu sirosis atau kanker hati, dokter dapat menyarankan untuk melakukan cangkok hati. Dokter bedah akan menukar hati pasien yang rusak dengan sebagian organ hati dari donor. Setelah cangkok hati, beberapa pasien perlu meminum obat antivirus agar infeksi tidak menyebar pada organ hati yang baru.

Komplikasi Hepatitis C

Sekitar 10% dari penderita hepatitis C kronis dapat mengalami komplikasi. Komplikasi ini umumnya timbul sekitar 20 tahun setelah terinfeksi hepatitis C. Komplikasi yang dapat terjadi akibat hepatitis C adalah:

  • Muncul jaringan parut di hati (sirosis)
    Infeksi hepatitis C yang terjadi selama 20-30 tahun membuat timbulnya jaringan parut yang menggantikan jaringan sehat dari hati. Jaringan parut itu akan menyulitkan kerja hati.
  • Kanker hati
    Selain sirosis, infeksi kronis pada hati juga berisiko menyebabkan perubahan pada sel-sel hati menjadi ganas (kanker hati). Perubahan ini dapat terjadi dalam 20 tahun dan bisa berakibat fatal.

Kedua komplikasi di atas membuat hati berhenti berfungsi, yang dinamakan dengan gagal hati. Gagal hati ditandai dengan penyakit kuning, asites, muntah darah akibat pecahnya varises esofagus, hingga penumpukan racun di otak.

Racun yang tidak dapat diolah oleh organ hati dan menumpuk di otak ini dapat menggangu penderita untuk berpikir, hingga akhirnya mengakibatkan penderita mengalami koma.

Pencegahan Hepatitis C

Hingga saat ini, belum ada vaksin khusus untuk mencegah hepatitis C. Meski demikian, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi virus hepatitis C, yaitu:

  • Mencuci tangan secara teratur dengan air dan sabun, terutama setelah beraktivitas di luar ruangan dan sebelum makan.
  • Tidak menggunakan NAPZA, apalagi berbagi jarum suntik dengan pengguna lainnya.
  • Tidak berbagi penggunaan barang pribadi, seperti alat cukur, sikat gigi, dan gunting kuku, karena mudah tercemar dengan darah.
  • Berhati-hati saat ingin ditindik atau ditato. Pilihlah tempat tindik atau tato yang terpercaya, dan pastikan bahwa peralatannya steril.
  • Menggunakan alat pelindung diri saat kontak dengan darah orang lain, terutama bagi petugas medis. Gunakanlah sarung tangan sekali pakai.
  • Menggunakan kondom saat berhubungan seksual, dan tidak berhubungan seks saat sedang menstruasi.
  • Meningkatkan kekebalan tubuh, dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan berolahraga secara teratur.
  • Menutup luka terbuka dengan plester, khusus untuk penderita hepatitis C. Hal ini dapat mencegah penularan kepada orang lain.

Hepatitis D

Pengertian Hepatitis D

Hepatitis D adalah peradangan hati akibat infeksi virus hepatitis delta (HDV). Penyakit ini hanya bisa terjadi pada seseorang yang juga terinfeksi oleh virus hepatitis b (HBV).

Hepatitis D adalah jenis hepatitis yang tidak biasa. Hal ini karena infeksi virus ini hanya bisa terjadi jika seseorang sudah terinfeksi hepatitis B sebelumnya. Hepatitis D dapat bersifat akut maupun kronis. Seseorang bisa menderita hepatitis D bersamaan dengan hepatitis B, atau bila ia sudah menderita hepatitis B dalam jangka panjang (kronis).

Hepatitis D - Alodokter

Penyebab Hepatitis D

Hepatitis D disebabkan oleh infeksi hepatitis delta virus (HDV). Virus ini adalah jenis virus yang tidak lengkap dan membutuhkan bantuan virus hepatitis B untuk berkembang. Infeksi virus ini akan menyebabkan peradangan dan kerusakan hati.

Hati berfungsi penting dalam metabolisme dan menyaring zat beracun dari dalam tubuh. Peradangan hati akan mengganggu fungsinya dan menyebabkan munculnya beragam keluhan atau gejala.

Risiko terjadinya hepatitis D akan meningkat karena beberapa kondisi berikut:

  • Menderita hepatitis B (termasuk carrier atau pembawa)
  • Melakukan hubungan seks sesama jenis, terutama pada pria
  • Tinggal bersama penderita atau di area wabah hepatitis D
  • Sering menerima transfusi darah, terutama bila darah yang didonorkan tidak melalui pemeriksaan ketat atau alat yang digunakan tidak bersih
  • Menggunakan jarum suntik bekas penderita hepatitis D, yang biasanya terjadi pada pengguna NAPZA suntik

Meski jarang terjadi, proses melahirkan juga bisa menjadi sarana penularan hepatitis D dari ibu yang positif hepatitis D kepada bayinya.

Saat sudah terinfeksi HDV, seseorang akan sangat mudah menyebarkannya ke orang lain melalui kontak langsung dengan cairan tubuh, seperti darah, urine, cairan vagina, atau cairan sperma. Bahkan, penyebaran virus dapat terjadi sebelum penderita mengalami gejala-gejala penyakit.

Meski begitu, HDV tidak menyebar melalui air liur atau sentuhan, misalnya memeluk atau berjabat tangan dengan penderita.

Gejala Hepatitis D

Sebagian besar kasus hepatitis D tidak menimbulkan gejala. Bila muncul gejala, gejalanya serupa dengan hepatitis B sehingga keduanya sulit dibedakan. Gejala-gejala tersebut dapat berupa:

  • Kulit dan bagian putih mata menjadi kuning (jaundice)
  • Nyeri sendi
  • Nyeri perut
  • Mual dan muntah
  • Nafsu makan menurun
  • Warna urine menjadi lebih gelap
  • Warna feses menjadi lebih cerah
  • Kelelahan yang tidak diketahui sebabnya

Pada beberapa kasus yang langka, penderita juga bisa menjadi linglung dan mudah memar. Gejala-gejala di atas umumnya baru muncul 21–45 hari setelah seseorang terinfeksi hepatitis D.

Gejala-gejala di atas juga lebih umum dialami oleh penderita hepatitis D akut (terjadi tiba-tiba). Pasien hepatitis D kronis (terjadi secara bertahap dalam jangka waktu yang lama) sering tidak mengalami gejala, kecuali saat kondisinya makin parah.

Kapan harus ke dokter

Segera periksakan diri ke dokter bila mengalami gejala hepatitis D yang telah disebutkan di atas. Penanganan dini diperlukan agar kondisi tidak semakin parah dan komplikasi dapat dicegah.

Anda juga dianjurkan untuk memeriksakan diri ke dokter bila berisiko tinggi untuk terkena hepatitis D, misalnya karena sudah menderita hepatitis B atau sering menerima transfusi darah.

Jika Anda pernah sudah didiagnosis mengalami hepatitis D, lakukan pemeriksaan ke dokter secara rutin untuk memantau kondisi Anda dan mencegah penularan penyakit.

Diagnosis Hepatitis D

Dokter akan menanyakan keluhan dan gejala, riwayat kesehatan, serta gaya hidup pasien. Selanjutnya, dokter melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh, termasuk melihat ada tidaknya perubahan warna kulit dan bagian putih mata menjadi kuning serta pembengkakan pada perut.

Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang, seperti:

  • Tes darah, untuk mendeteksi infeksi dan keberadaan antibodi anti-hepatitis D di dalam darah yang menandakan pasien telah terpapar virus HDV
  • Tes fungsi hati, yaitu dengan mengukur kadar protein, enzim hati, dan bilirubin yang menjadi tolak ukur fungsi hati dan kerusakan pada organ tersebut
  • Biopsi hati, untuk memeriksa adanya kerusakan pada jaringan hati di laboratorium
  • Pemindaian dengan USG, CT scan, atau MRI, untuk mendeteksi kerusakan pada hati

Pengobatan Hepatitis D

Pengobatan hepatitis D bertujuan untuk menghambat perkembangbiakan virus hepatitis D (HDV), yaitu dengan:

Pemberian interferon

Interferon adalah obat yang berasal dari sejenis protein yang bisa menghentikan penyebaran virus dan mencegahnya kembali muncul di kemudian hari. Obat ini biasanya diberikan melalui infus setiap minggu selama 1 tahun.

Pemberian obat antivirus

Obat-obatan antivirus yang diberikan meliputi entecavir, tenofovir, dan lamivudine. Obat-obatan ini dapat meningkatkan sistem imun untuk melawan virus dan menghambat kemampuan virus untuk merusak hati.

Transplantasi hati

Bila hepatitis D sudah menyebabkan kerusakan hati yang berat, dokter mungkin akan menyarankan transplantasi atau penggantian hati. Melalui prosedur ini, hati penderita hepatitis D yang rusak akan diganti dengan hati yang sehat dari pendonor.

Komplikasi Hepatitis D

Jika tidak ditangani dengan baik, hepatitis D dapat menimbulkan berbagai komplikasi, yaitu:

Komplikasi hepatitis D lebih sering terjadi pada penderita hepatitis D kronis daripada penderita hepatitis D akut.

Pencegahan Hepatitis D

Cara terbaik untuk mencegah hepatitis D adalah dengan menghindari faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko terjadinya hepatitis B, di antaranya:

  • Melakukan vaksinasi hepatitis B
  • Melakukan hubungan seks yang aman, misalnya dengan menggunakan kondom dan tidak bergonta-ganti pasangan
  • Tidak menggunakan NAPZA atau berbagi penggunaan jarum suntik dengan orang lain
  • Tidak berbagi penggunaan sikat gigi dan alat cukur dengan orang lain
  • Menggunakan sarung tangan jika akan merawat luka, khususnya bagi petugas medis

Bila Anda pernah didiagnosa menderita hepatitis B atau hepatitis D, lakukan permeriksaan rutin ke dokter dan jangan melakukan donor darah agar tidak menularkan penyakit ini ke orang lain.

Sumber: https://www.alodokter.com/hepatitis-d

Hepatitis E

Penularan, Gejala, Pengobatan dan Pencegahan

Hepatitis E merupakan salah satu jenis dari penyakit hepatitis, yang membedakan penyakit ini adalah penyebabnya. Diketahui bahwa penyakit hepatitis E disebabkan oleh infeksi virus HEV dari kotoran hewan seperti tikus.

Kasus pertama kali hepatitis E dialami oleh pria asal Hongkong yang berusia 56 tahun, diketahui pria tersebut terinfeksi virus HEV ketika memakan makanan yang terkontaminasi virus hepatitis E dari seekor tikus.

Dilansir dari Detik Health, sejak kemunculannya pertama kali kasus hepatitis E pada November 2018, penyakit ini telah menginfeksi setidaknya 10 orang di Hong Kong.

Penularan Virus HEV

Meski belum pasti, para ilmuwan menduga penularan virus HEV yang menyebabkan penyakit hepatitis E pada manusia ini disebabkan oleh tikus yang positif virus HEV.

Tikus yang positif virus HEV dapat menularkannya kepada manusia melalui kotoran atau air liur, namun hal ini masih menjadi perdebatan antar pakar.

Ilmuwan masih berusaha mengungkap bagaimana penularan virus HEV ini. Menurut ahli Mikrobiologi, Dr Siddhart Sridhar di Universitas Hong Kong mengatakan tikus membawa virus penyebab hepatitis E.

“Yang kami ketahui adalah tikus di Hong Kong membawa virus, dan kami mengetes manusia dan menemukan virus. Tetapi bagaimana tepatnya virus itu berpindah, apakah tikus mengkontaminasi makanan kami atau ada hewan lain yang terlibat, kami tidak tahu,” terangnya.

Gejala Hepatitis E

Berdasarkan kasus hepatitis E yang ditemukan pada manusia, umumnya mereka mengalami gejala yang mirip dengan hepatitis A, yaitu:

  • Demam.
  • Nyeri sendi.
  • Tidak nafsu makan.
  • Lesu atau lemas.
  • Hati mengalami pembengkakan.
  • Mual hingga muntah.
  • Urine menjadi lebih gelap.
  • Tinja menjadi lebih pucat.

Gejala di atas umumnya muncul antara 2 hingga 7 minggu setelah terinfeksi virus dan berlangsung selama kurang lebih 2 bulan.  Segera konsultasikan ke dokter untuk mendapatkan penanganan dan pengobatan yang tepat.

Pengobatan Hepatitis E

Pengobatan berikut ini tidak dianjurkan tanpa melalui pemeriksaan oleh dokter. Segera konsultasikan ke dokter apa bila Anda mempunyai gejala yang mirip dengan hepatitis E.

Beberapa jenis obat atau terapi untuk menyembuhkan penyakit hepatitis E dapat berupa pemberian imunosupresi yang terbukti mampu mengurangi jumlah virus di dalam darah hingga 30 persen.

Pada kasus tertentu seperti kondisi hati sudah tidak lagi baik maka dapat dilakukan transplantasi organ hati. Sebelum prosedur transplantasi hati, pasien dianjurkan untuk melakukan terapi interferon alfa pegilasi antara 3 hingga 12 bulan.

Pencegahan Hepatitis E

Menjaga kebersihan diri dan lingkungan terbukti efektif mencegah penularan virus HEV penyebab hepatitis E. Selain itu, kebiasaan mencuci tangan, mengkonsumsi makanan atau minuman yang higinis dari kotoran juga mampu mencegah hepatitis E.

Selalu konsumsi air bersih atau yang telah dimasak untuk mencegah tertular penyakit hepatitis E, pun begitu dengan makanan seperti buah atau sayur, cuci sampai bersih sebelum mengkonsumsinya.

Klik disini untuk mengetahui lebih jelas mengenai pencegahan agar tidak tertular hepatitis

Sumber: https://blogs.insanmedika.co.id/hepatitis-e/